Selasa, 14 September 2010

MEMBANGUN INSAN KAMIL


MEMBANGUN INSAN KAMIL

Insan kamil artinya manusia sempurna, manusia paripurna, manusia seutuhnya.
Membangun insan kamil adalah membangun manusia sempurna, sehat jasmani dan rohani, sehat akhlak dan ekonomi serta sosial.

Membangun insan kamil dapat dilakukan dengan pendidikan akhlak mulia, kesehatan dan perekonomian. 

Pendidikan merupakan usaha sadar yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi atas hasil kinerjanya untuk dilakukan tindak lanjut, diperbaiki atau diperkaya sehingga berubah ke arah yang lebih baik dan berprestasi dalam ranah perilaku (psikomotorik), sikap (afektif), maupun pengetahuan (kognitif).

Terkait kegiatan yang dilakukan para pelaku moral/akhlak, para pelaku kesehatan, dan para pelaku ekonomi,  mereka belum melakukan tindakan multi disipliner ilmu sehingga menghasilkan suatu produk yang lebih baik, mereka masih berkutat pada lingkungan atau disiplin ilmunya sendiri-sendiri, bersifat parsial dan cenderung Ananiyah atau egois akan disiplin ilmunya. Para agamawan merasa lebih pas jika membahas urusan rohani saja, sehingga terkondisikan tausyiyahnya sebagai santapan rohani bagi pengikutnya. Para Psikiater merasa lebih cocok bila berkutat pada kesehatan jiwa sehingga dalam praktiknya lebih mengedepankan pemulihan jiwa agar sehat pisiknya pasien. Para dokter merasa lebih tepat jika terapi yang dilakukan dalam penyembuhan pisiknya pasien. Begitu pula para ekonom lebih sesuai bila mengedepankan yang penting untung.


Realita menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1.     Pelaku moral/akhlak (ahli agama, ahli etika, ulama', ustad, kyai, da'i, guru, dan lain-lain) pandai berdalil dan memberi pencerahan kepada umat, tetapi belum tentu mereka mengaitkan pesan pencerahannya itu dengan kesehatan jiwa/pisik sehingga terbebas dari suatu penyakit misalnya sakit ingatan, ketakutan, pelupa/pikun, stroke, kanker, vertigo, mag, diabet, sirosis, osteoporosis, leukemia, ambien, amandel, lumpuh, pilek, tuberculosis, gagal ginjal, jantung koroner, demam dan lain-lain. Begitu pula belum tentu pesan pencerahannya itu mengaitkan dengan kegiatan perekonomian, bagaimana cara mendapatkan rezeki dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan suatu perdagangan tertentu yang bersifat aplikatif, misalnya dengan berjualan kuliner yang Islami, mendapatkan modal dagang yang bebas riba, dan bagaimana mentasarufkan rezeki yang diperolehnya dengan benar sehingga menyehatkan jiwa/pisiknya. 
2.     Pelaku kesehatan jiwa dan pisik (ahli kesehatan, psikiater, dokter, bidan, perawat, dan lain-lain) pandai menerapi dan merawat jiwa/pisik serta mengatur gizi tetapi belum tentu mereka melakukan terapi dengan mempertimbangkan halal haram, dapat mendiagnosa perilaku baik/buruk pasien sehingga menemukan penyebab jatuh sakit dari segi akhlak, dan dengan menganjurkan melakukan kegiatan perekonomian dengan rajin bersadaqah agar penyakitnya sembuh, dan sebagainya. 
3.     Pelaku ekonomi (ahli ekonomi, pengusaha, wirausaha, pedagang, dan lain-lain) pandai menghitung untung rugi tetapi belum tentu mereka melaksanakan perdagangan dengan mempertimbangkan halal haram, jujur, memenuhi takaran, tidak curang, dan hal-hal lain yang dapat merugikan konsumen. 

Konsep perubahan :